Kemandirian Pangan & Kebangkitan Pertanian Indonesia Menyongsong Indonesia Emas 2020

22-28 September 2010

Kemandirian Pangan & Kebangkitan Pertanian Indonesia Menyongsong Indonesia Emas 2020

Masalah ketahanan pangan utamanya beras, menjadi topik utama yang sering dibahas akhir-akhir ini di semua media, baik elek­tronik maupun cetak nasional belakangan ini. Penurunan produksi pangan juga terjadi secara umum di berbagai belahan dunia, anomali iklim dituding sebagai penyebab utama bayang-bayang krisis pangan ini. Badan Pangan Dunia (FAO) sudah menyikapinya dengan serius, dengan menetapkan tanggal 16 Oktober Hari Pangan Dunia yang diperingati disemua Negara setiap tahun, sebagai bentuk peningkatan kewaspadaan akan kerawananan pangan secara global.

Masalah ketahanan pangan utamanya beras, menjadi topik utama yang sering dibahas akhir-akhir ini di semua media, baik elek­tronik maupun cetak nasional belakangan ini.

Penurunan produksi pangan juga terjadi secara umum di berbagai belahan dunia, anomali iklim dituding sebagai penyebab utama bayang-bayang krisis pangan ini.

Badan Pangan Dunia (FAO) sudah menyikapinya dengan serius, dengan menetapkan tanggal 16 Oktober Hari Pangan Dunia yang diperingati disemua Negara setiap tahun, sebagai bentuk peningkatan kewaspadaan akan kerawananan pangan secara global.

Indonesia sebagai negara agraris terbesar di Asia Tenggara, dengan produksi utamanya padi, seharusnya menjadi salah satu negara yang memiliki tingkat ketahanan pangan yang tinggi, karena setiap tahun pemerintah terus melakukan upaya pembangunan pertanian, baik melalui intensifikasi pertanian maupun pencetakan lahan pertanian baru.

Menurut data BPS, tingkat produksi beras tahun 2010 diprediksi sebesar 40,9 juta ton, sedangkan tingkat konsumsi hanya sekitar 39,5 juta, sehingga diperkirakan akan terjadi surplus beras sebanyak 1,5 juta ton.

Bahkan, pemerintah menjamin ada cadangan per 31 Desember 2010 sebesar 5,6 juta ton (Kompas, Kompas 27/8). Namun angka ini diasumsikan terjadi pada kondisi cuaca normal sepanjang tahun mengikuti pola tanam petani.

Cuaca yang cenderung ekstrim belakangan ini, bahkan ada istilah “kemarau basah” yang diprediksi oleh BMG akan terjadi sampai Februari 2011, diperkirakan akan mem­pengaruhi produksi riil beras secara nasional, dan nantinya akan berpengaruh langsung terhadap harga beras di pasar yang telah cenderung merangkak naik akhir-akhir ini.

Teknologi Pertanian Terpadu Sebagai Solusi

Industri Perberasan dengan orientasi PERTANIAN HOLISTIK (Rice Estate) berlandaskan Ekonomi Kerakyatan dan Azas Koperasi adalah kegiatan Usaha Pertanian Tanaman Padi dengan sistem pengelolaan 1 atap, mulai dari proses Budidaya (On-farm) sampai dengan Pengolahan Hasil Panen yang menghasilkan produk akhir yaitu beras dan Industri turunannya (Off-farm). Secara sederhana model Pertanian Holistik bisa dijelaskan sebagai berikut :

1. Pada tahapan Budidaya (On-Farm), menerapkan Metode Budidaya Tanaman Padi Modern yaitu ”SRI – System of Root Intensifications” mempunyai beberapa hal positif:

  • A. Hemat air,
  • B. Hemat benih,
  • C. Memperbaiki kandungan hara & nutrisi tanah,
  • D. Meningkatkan Produktivitas 2 – 3 ton per Ha.

2. Pada tahapan Pasca Panen (Off-Farm), menerapkan teknologi pengolahan pasca panen modern yang tepat guna dan effisien, yaitu Pabrik Pengolahan Padi/Beras Modern – P3M terdiri dari:

  • A. Proses Pengering-Dryer berbahan bakar Sekam ( Bio Energi ), kapasitas 10 s/d 500 ton per hari.
  • B. Proses Penggilingan/Milling dengan mesin-mesin pengolahan modern, kapasitas 1 s/d 48 ton per jam.
  • C. Di dalam P3M, pada tahap kedua akan dibangun:
    • Pabrik Tepung Beras (Rice Flour),
    • Pabrik Mie Beras (Rice Instant Noodle),
    • Pabrik Minyak Dedak (Rice Bran Oil)
    • Pembangkit Listrik BIOMAS dengan kap. 1 s/d 3 Mega Watt.

3. Didalam kawasan Rice Estate ini akan dibentuk pula Pusat Pelatihan Pertanian Modern serta Pusat Riset R&D, dimana diharapkan dari tempat pelatihan ini akan melahirkan militansi pertanian yaitu tenaga-tenaga muda berketrampilan di bidang Pertanian/Perberasan secara holistik, yang kemudian bisa ditularkan kepada daerah-daerah lumbung pangan lain di seluruh Nusantara.

4. Kelompok Buruh Tani di kawasan Rice Estate akan memperoleh pendapatan rata-rata sebesar UMR/Bulan.

5. Harga perolehan (CoGS) GKP = Rp. 2.000,-/kg (HPP = Rp. 2.640,-/kg ). Harga perolehan (CoGS) Beras Medium = Rp. 4.000,-/kg ( HPP = Rp. 5.050,-/kg). Nilai bisnis Produk ikutan (Menir, Bekatul) = 10% s/d 12%.

Poin pentingnya adalah, dengan peningkatan produktivitas 2 sampai 3 ton perhektarnya, model Pertanian Holistik ini dipastikan akan mampu menciptakan ketahanan pangan nasional secara “riil” apabila diterapkan secara massive diseluruh daerah di Indonesia.

Di lain sisi, dengan Total Biaya Produksi Beras seperti tersebut diatas, nantinya HARGA BERAS INDONESIA SANGATLAH BISA BERSAING dengan PRODUK BERAS DARI THAILAND & VIETNAM DI PASAR INTERNASIONAL/PASAR EXPORT BERAS.!!!!